Breaking News
Loading...

27 Oktober 2010

Tata cara pernikahan yang Islami

Rabu, Oktober 27, 2010



Sesungguhnya Islam telah memberikan tuntunan kepada
pemeluknya yang akan memasuki jenjang pernikahan,
lengkap dengan tata cara atau aturan-aturan Allah
Subhanallah. Sehingga mereka yang tergolong ahli
ibadah, tidak akan memilih tata cara yang lain. Namun
di masyarakat kita, hal ini tidak banyak diketahui
orang.

Pada risalah yang singkat ini, kami akan mengungkap

tata cara penikahan sesuai dengan Sunnah Nabi Muhammad
shallallahu `alaihi wa sallam yang hanya dengan cara
inilah kita terhindar dari jalan yang sesat (bidah).
Sehingga orang-orang yang mengamalkannya akan berjalan
di atas landasan yang jelas tentang
ajaran agamanya karena meyakini kebenaran yang
dilakukannya. Dalam masalah pernikahan sesunggguhnya
Islam telah mengatur sedemikian rupa. Dari mulai
bagaimana mencari calon pendamping hidup sampai
mewujudkan sebuah pesta pernikahan. Walaupun sederhana
tetapi penuh barakah dan tetap terlihat mempesona.
Islam juga menuntun bagaimana memperlakukan calon
pendamping hidup setelah resmi menjadi sang penyejuk
hati.

Berikut ini kami akan membahas tata cara pernikahan

menurut Islam secara singkat.Hal-Hal Yang Perlu
Dilakukan Sebelum Menikah

I. Minta Pertimbangan


Bagi seorang lelaki sebelum ia memutuskan untuk

mempersunting seorang wanita untuk menjadi isterinya,
hendaklah ia juga minta pertimbangan dari kerabat
dekat wanita tersebut yang baik agamanya. Mereka
hendaknya orang yang tahu benar tentang hal ihwal
wanita yang akan dilamar oleh lelaki tersebut, agar ia
dapat memberikan pertimbangan dengan jujur dan adil.
Begitu pula bagi wanita yang akan dilamar oleh seorang
lelaki, sebaiknya ia minta pertimbangan dari kerabat
dekatnya yang baik agamanya.

II. Shalat Istikharah


Setelah mendapatkan pertimbangan tentang bagaimana

calon isterinya, hendaknya ia melakukan shalat
istikharah sampai hatinya diberi kemantapan oleh Allah
Taala dalam mengambil keputusan.

Shalat istikharah adalah shalat untuk meminta kepada

Allah Taala agar diberi petunjuk dalam memilih mana
yang terbaik untuknya. Shalat istikharah ini tidak
hanya dilakukan untuk keperluan mencari jodoh saja,
akan tetapi dalam segala urusan jika seseorang
mengalami rasa bimbang untuk mengambil suatu keputusan
tentang urusan yang penting. Hal ini untuk menjauhkan
diri dari kemungkinan terjatuh kepada penderitaan
hidup. Insya Allah ia akan mendapatkan kemudahan dalam
menetapkan suatu pilihan.

III. Khithbah (peminangan)


Setelah seseorang mendapat kemantapan dalam menentukan

wanita pilihannya, maka hendaklah segera meminangnya.
Laki-laki tersebut harus menghadap orang tua/wali dari
wanita pilihannya itu untuk menyampaikan kehendak
hatinya, yaitu meminta agar ia direstui untuk menikahi
anaknya. Adapun wanita yang boleh dipinang adalah
bilamana memenuhi dua syarat sebagai berikut, yaitu:

1. Pada waktu dipinang tidak ada halangan-halangan

syari yang menyebabkan laki-laki dilarang
memperisterinya saat itu. Seperti karena suatu hal
sehingga wanita tersebut haram dini kahi selamanya
(masih mahram) atau sementara (masa iddah/ditinggal
suami atau ipar dan lain-lain).

2. Belum dipinang orang lain secara sah, sebab Islam

mengharamkan seseorang meminang pinangan saudaranya.

Dari Uqbah bin Amir radiyallahu anhu bahwa Rasulullah

shallallahu alaihi wa sallam bersabda: "Orang mukmin
adalah saudara orang mukmin yang lain. Maka tidak
halal bagi seorang mukmin menjual barang yang sudah
dibeli saudaranya, dan tidak halal pula meminang
wanita yang sudah dipinang saudaranya, sehingga
saudaranya itu meninggalkannya." (HR. Jamaah)

Apabila seorang wanita memiliki dua syarat di atas

maka haram bagi seorang laki-laki untuk meminangnya.

IV. Melihat Wanita yang Dipinang


Islam adalah agama yang hanif yang mensyariatkan

pelamar untuk melihat wanita yang dilamar dan
mensyariatkan wanita yang dilamar untuk melihat
laki-laki yang meminangnya, agar masing- masing pihak
benar-benar mendapatkan kejelasan tatkala menjatuhkan
pilihan pasangan hidupnyaDari Jabir radliyallahu anhu,
bersabda Rasulullah shallallahu alaihi wa sallam:

"Apabila salah seorang di antara kalian meminang

seorang wanita, maka apabila ia mampu hendaknya ia
melihat kepada apa yang mendorongnya untuk
menikahinya." Jabir berkata: "Maka aku meminang
seorang budak wanita dan aku bersembunyi untuk bisa
melihat apa yang mendorong aku untuk menikahinya. Lalu
aku menikahinya." (HR. Abu Daud dan dihasankan oleh
Syaikh Al-Albani di dalam Shahih Sunan Abu Dawud,
1832). Adapun ketentuan hukum yang diletakkan Islam
dalam masalah melihat pinangan ini di antaranya
adalah:

1. Dilarang berkhalwat dengan laki-laki peminang tanpa

disertai mahram.

2. Wanita yang dipinang tidak boleh berjabat tangan

dengan laki- laki yang meminangnya.

V. Aqad Nikah


Dalam aqad nikah ada beberapa syarat dan kewajiban

yang harus dipenuhi:

a. Adanya suka sama suka dari kedua calon mempelai.


b. Adanya ijab qabul.


Ijab artinya mengemukakan atau menyatakan suatu

perkataan. Qabul artinya menerima. Jadi Ijab qabul itu
artinya seseorang menyatakan sesuatu kepada lawan
bicaranya, kemudian lawan bicaranya menyatakan
menerima. Dalam perkawinan yang dimaksud dengan "ijab
qabul" adalah seorang wali atau wakil dari mempelai
perempuan mengemukakan kepada calon suami anak
perempuannya/ perempuan yang di bawah perwaliannya,
untuk menikahkannya dengan lelaki yang mengambil
perempuan tersebut sebagai isterinya. Lalu lelaki
bersangkutan menyatakan menerima pernikahannya itu.
Diriwayatkan dalam sebuah hadits bahwa:
Sahl bin Said berkata: "Seorang perempuan datang
kepada Nabi shallallahu alaihi wa sallam untuk
menyerahkan dirinya, dia berkata: "Saya serahkan
diriku kepadamu." Lalu ia berdiri lama sekali (untuk
menanti). Kemudian seorang laki-laki berdiri dan
berkata: "Wahai Rasulullah kawinkanlah saya dengannya
jika engkau tidak berhajat padanya." Lalu Rasulullah
shallallahu alaih wa sallam bersabda: "Aku kawinkan
engkau kepadanya dengan mahar yang ada padamu." (HR.
Bukhari dan Muslim).

Hadist Sahl di atas menerangkan bahwa Rasulullah

shallallahu alaihi wa sallam telah mengijabkan seorang
perempuan kepada Sahl dengan mahar atau maskawinnya
ayat Al-Quran dan Sahl menerimanya.

c. Adanya Mahar (mas kawin)


Islam memuliakan wanita dengan mewajibkan laki-laki

yang hendak menikahinya menyerahkan mahar (mas kawin).
Islam tidak menetapkan batasan nilai tertentu dalam
mas kawin ini, tetapi atas kesepakatan kedua belah
pihak dan menurut kadar kemampuan. Islam juga lebih
menyukai mas kawin yang mudah dan sederhana serta
tidak berlebih-lebihan dalam memintanya.

Dari Uqbah bin Amir, bersabda Rasulullah shallallahu

alaihi wa sallam: "Sebaik-baik mahar adalah yang
paling ringan." (HR. Al-Hakim dan Ibnu Majah, shahih,
lihat Shahih Al-Jamius Shaghir 3279 oleh Al-Albani)

d. Adanya Wali


Dari Abu Musa radliyallahu anhu, Nabi shallallahu

alaihi wa sallam bersabda: "Tidaklah sah suatu
pernikahan tanpa wali." (HR. Abu Daud dan dishahihkan
oleh Syaikh Al-Albani dalam Shahih Sunan Abi Dawud no.
1836).Wali yang mendapat prioritas pertama di antara
sekalian wali-wali yang ada adalah ayah dari pengantin
wanita. Kalau tidak ada barulah kakeknya (ayahnya
ayah), kemudian saudara lelaki seayah seibu atau
seayah, kemudian anak saudara lelaki. Sesudah itu
barulah kerabat-kerabat terdekat yang lainnya atau
hakim.

e. Adanya Saksi-Saksi


Rasulullah shallallahu alaihi wa sallam bersabda:


"Tidak sah suatu pernikahan tanpa seorang wali dan dua

orang saksi yang adil." (HR. Al-Baihaqi dari Imran dan
dari Aisyah, shahih, lihat Shahih Al-Jamius Shaghir
oleh Syaikh Al-Albani no. 7557).

Menurut sunnah Rasul shallallahu alaihi wa sallam,

sebelum aqad nikah diadakan khuthbah lebih dahulu yang
dinamakan khuthbatun nikah atau khuthbatul-hajat.

VI. Walimah


Walimatul Urus hukumnya wajib. Dasarnya adalah sabda

Rasulullah shallallahu alaih wa sallam kepada
Abdurrahman bin Auf:

"....Adakanlah walimah sekalipun hanya dengan seekor

kambing." (HR. Abu Dawud dan dishahihkan oleh
Al-Alabni dalam Shahih Sunan Abu Dawud no. 1854)

Memenuhi undangan walimah hukumnya juga wajib."Jika

kalian diundang walimah, sambutlah undangan itu (baik
undangan perkawinan atau yang lainnya). Barangsiapa
yang tidak menyambut undangan itu berarti ia telah
bermaksiat kepada Allah dan Rasul-Nya." (HR. Bukhari
9/198, Muslim 4/152, dan Ahmad no. 6337 dan Al-Baihaqi
7/262 dari Ibnu Umar).
Akan tetapi tidak wajib menghadiri undangan yang
didalamnya terdapat maksiat kepada Allah Taala dan
Rasul-Nya, kecuali dengan maksud akan merubah atau
menggagalkannya. Jika telah terlanjur hadir, tetapi
tidak mampu untuk merubah atau menggagalkannya maka
wajib meninggalkan tempat itu.
Dari Ali berkata: "Saya membuat makanan maka aku
mengundang Nabi shallallahu `alaihi wa sallam dan
beliaupun datang. Beliau masuk dan melihat tirai yang
bergambar maka beliau keluar dan bersabda:
"Sesungguhnya malaikat tidak masuk suatu rumah yang di
dalamnya ada gambar." (HR. An-Nasai dan Ibnu Majah,
shahih, lihat Al-Jamius Shahih mimma Laisa fis
Shahihain 4/318 oleh Syaikh Muqbil bin Hadi Al-Wadii).


Adapun Sunnah yang harus diperhatikan ketika

mengadakan walimah adalah sebagai berikut:

1. Dilakukan selama 3 (tiga) hari setelah hari dukhul

(masuk- nya) seperti yang dibawakan oleh Anas
radliallahu `anhu, katanya:
Dari Anas radliallahu `anhu, beliau berkata:
"Rasulullah shallallahu`alaihi wa sallam telah
menikahi Shafiyah dengan maskawin pembebasannya
(sebagai tawanan perang Khaibar) dan mengadakan
walimah selama tiga hari." (HR. Abu Yala, sanad hasan,
seperti yang terdapat pada Al-Fath 9/199 dan terdapat
di dalam Shahih Bukhari 7/387 dengan makna seperti
itu. Lihat Adabuz Zifaf fis Sunnah Al-Muthaharah oleh
Al-Albani hal. 65)

2. Hendaklah mengundang orang-orang shalih, baik

miskin atau kaya sesuai dengan wasiat Rasulullah
shallallahu alaihi wa sallam:
"Jangan bersahabat kecuali dengan seorang mukmin dan
jangan makan makananmu kecuali seorang yang bertaqwa."
(HR. Abu Dawud, At-Tirmidzi, Ibnu Hibban dan Al-Hakim
dari Abi Said Al-Khudri, hasan, lihat Shahih Al-Jamius
Shaghir 7341 dan Misykah Al-Mashabih 5018).

3. Sedapat mungkin memotong seekor kambing atau lebih,

sesuai dengan taraf ekonominya. Keterangan ini
terdapat dalam hadits Al-Bukhari, An-Nasai, Al-Baihaqi
dan lain-lain dari Anas radliallahu `anhu. Bersabda
Rasulullah shallallahu alaihi wa sallam kepada
Abdurrahman bin Auf:
"Adakanlah walimah meski hanya dengan seekor kambing."
(HR. Abu Dawud dan dishahihkan oleh Al-Albani dalam
Shahih Sunan Abu Dawud no. 1854)
Akan tetapi dari beberapa hadits yang shahih
menunjukkan dibolehkan pula mengadakan walimah tanpa
daging. Dibolehkan pula memeriahkan perkawinan dengan
nyanyi-nyanyian dan menabuh rebana (bukan musik)
dengan syarat lagu yang dinyanyikan tidak bertentangan
dengan ahklaq seperti yang diriwayatkan dalam hadits
berikut ini:
Dari Aisyah bahwasanya ia mengarak seorang wanita
menemui seorang pria Anshar. Nabi shallallahu `alaihi
wa sallam bersabda: "Wahai Aisyah, mengapa kalian
tidak menyuguhkan hiburan? Karena kaum Anshar senang
pada hiburan." (HR. Bukhari 9/184-185 dan Al-Hakim
2/184, dan Al-Baihaqi 7/288). Tuntunan Islam bagi para
tamu undangan yang datang ke pesta perkawinan
hendaknya mendoakan kedua mempelai dan
keluarganya.Dari Abi Hurairah radhiyallahu anhu bahwa
Rasulullah shallallahu alaih wa sallam jika
mengucapkan selamat kepada seorang mempelai, beliau
mengucapkan doa: "Mudah-mudahan Allah memberimu
berkah. Mudah-mudahahan Allah mencurahkan keberkahan
kepadamu dan mudah - mudahan Dia mempersatukan kalian
berdua dalam kebajikan." (HR. Said bin Manshur di
dalam Sunannya 522, begitu pula Abu Dawud 1/332 dan
At-Tirmidzi 2/171 dan yang lainnya, lihat Adabuz Zifaf
hal. 89)

Adapun ucapan seperti "Semoga mempelai dapat murah

rezeki dan banyak anak" sebagai ucapan selamat kepada
kedua mempelai adalah ucapan yang dilarang oleh Islam,
karena hal itu adalah ucapan yang sering dikatakan
oleh Kaum jahiliyyah.

Dari Hasan bahwa Aqil bin Abi Thalib menikah dengan

seorang wanita dari Jisyam. Para tamu mengucapkan
selamat dengan ucapan jahiliyyah: "Bir rafa wal
banin." Aqil bin Abi Thalib mencegahnya, katanya:
"Jangan kalian mengatakan demikian karena Rasulullah
melarangnya." Para tamu bertanya: " Lalu apa yang
harus kami ucapkan ya Aba Zaid?" Aqil menjelaskan,
ucapkanlah: "Mudah- mudahan Allah memberi kalian
berkah dan melimpahkan atas kalian keberkahan."
Seperti itulah kami diperintahkan. (HR. Ibnu Abi
Syaibah 7/52/2, An-Nasai 2/91, Ibnu Majah 1/589 dan
yang lainnya, lihat Adabuz Zifaf hal. 90)

Demikianlah tata cara pernikahan yang disyariatkan

oleh Islam. Semoga Allah Taala memberikan kelapangan
bagi orang- orang yang ikhlas untuk mengikuti petunjuk
yang benar dalam memulai hidup berumah tangga dengan
mengikuti sunnah Rasulullah shallallahu alaih wa
sallam. Mudah-mudahan mereka digolongkan ke dalam
hamba-hamba yang dimaksudkan dalam firman-Nya: "Yaitu
orang-orang yang berdoa: Ya Rabb kami, anugerahkan
kepada kami isteri-isteri kami dan keturunan kami
sebagai penyenang hati (kami). Dan jadikanlah kami
imam bagi orang-orang yang bertaqwa." (Al-Furqan: 74).


Maraji:

- Fiqhul Marah Al-Muslimah, Ibrahim Muhammad Al-Jamal.

- Adabuz Zifaf fis Sunnah Al-Muthahharah, Syaikh

Nashiruddin Al-Albani.


3 komentar:

Postingan boleh disebarluaskan, asalkan menyertakan link kembali ke halaman ini.

Berkomentar dengan santun dan hindari SPAM !

 
Toggle Footer
Back to Top