Breaking News
Loading...

22 Oktober 2010

Perjuangan Adalah Pelaksanaan Kata-Kata

Jumat, Oktober 22, 2010



Pernah seorang dari kelompok garis keras di India, melakukan aksi mengerikan dengan menjahit menjadi satu bibir atas dan bawahnya sebagai protes terhadap terlalu seringnya rakyat dan kaum miskin di negara itu mendapatkan janji-janji yang tidak dipenuhi dari para pejabat dan politisi negara itu. Beberapa tahun lalu, sekelompok mahasiswa di Indonesia juga pernah melancarkan aksi Gerakan Tutup Mulut (GTM) di Gedung Dewan dengan missi yang kira-kira tidak jauh berbeda dengan rakyat di India. Bahkan mereka tidak hanya mogok bicara dalam aksi tersebut melainkan juga menutup mulut untuk tidak makan selama beberapa hari.

Satu sisi aksi-aksi tersebut dipandang sebagai gerakan yang ekstrim yang memang biasanya juga dilakukan oleh kelompok ekstrim di berbagai negara. Ekstrim karena memang mungkin tidak ada cara lain yang bisa dilakukan karena berbagai cara sebelumnya sudah dicoba dan terbukti tidak berhasil menekan para pejabat dan politisi untuk merealisasikan janji-janjinya dahulu, juga untuk sementara menyetop janji-janji baru agar tidak menumpuk “hutang” mereka kepada rakyat. Disisi lain, kita seharusnya pun menyadari bahwa pada masanya kita akan berada di dua posisi, yakni posisi sebagaimana mereka yang ekstrim dan posisi dimana kita menjadi orang yang diminta untuk berhenti bicara, apa saja!

Sebagai rakyat dan kaum yang tidak berkuasa, tentu telinga ini sudah sedemikian pengang dengan seabreg janji dan celoteh orang-orang diatas. Namun tak perlu semua dari kita melakukan aksi tutup mulut karena sudah terwakili oleh mahasiswa-mahasiswa yang senasib sependeritaan dengan kita, ini semacam fardhu kifayah. Namun adakalanya tanpa bisa bergeser, tanpa harus menampik dan sering tanpa disadari kita yang pada kesempatan lain sering memprotes orang yang kebanyakan ngomong, di kesempatan lainnya justru orang lain yang menyuruh mulut dan lidah ini sejenak berhenti berkicau. Berbagai cara orang lain melakukan upaya membekap mulut ini, ada yang hanya dengan diam seribu bahasa dan menutup rapat-rapat telinganya, memilih untuk tidur dan tak menghiraukan omongan yang menurut mereka hanya bualan-bualan yang membosankan, atau bahkan dengan cara maju kehadapan dan serta merta menampar bibir ini agar diam.

Mungkin diantaranya kita, yang berprofesi sebagai kepala, pimpinan atau atasan dari sekelompok orang, yang bersikap otoriter mengatur, memerintah sesuai keinginannya tanpa mau mendengar masukan dari bawah. Mungkin sebagai orangtua yang keras dan mengekang anak-anak dengan cara yang menurut kita benar, tanpa mempedulikan aspirasi dan kemauan anak-anak. Bisa juga sebagai kakak dari adik-adik, yang merasa harus dihormati dan didengar kata-katanya. Mungkin juga sebagai juru dakwah yang sepanjang hidupnya mengeluarkan banyak kata. Atau sebagai apapun predikat dan profesi kita yang memang bersentuhan dengan kepentingan orang lain, yang seringkali bertindak semena-mena menurut cara dan kemauannya sendiri.

Sadarlah kita kemudian bahwa apapun yang kita lakukan selama ini sebagai apapun diri ini, disengaja atau tidak, terpaksa ataupun karena tuntutan profesi dan kepentingan, terlalu banyak mungkin kata-kata yang keluar dari mulut ini dan jumlahnya sangat tidak berimbang dengan jumlah perbuatan yang sudah kita lakukan sebagai refleksi dari kata-kata yang telah terlontarkan itu. Dan semakin seharusnya kita menyadari, bahwa bertambah hari, bertambah waktu, bertambah juga kata-kata yang keluar dari mulut ini, maka bertambah pulalah tuntutan terhadap diri ini untuk mengaplikasikannya. Dan mungkin, ada diantara kita yang semakin menumpuk daftar kata-kata yang belum dikerjakannya.

Murka Allah, tentu saja itu yang akan kita dapatkan dari perbuatan bodoh kita yang mengumbar kata-kata tanpa mampu merealisasikannya. Hal itu jelas termaktub dalam ayat suci-Nya yang berbunyi, “ … Amat besar kebencian Allah disisi Allah bahwa kamu mengatakan apa-apa yang tiada kamu kerjakan.” (QS. Ash Shaft:3) setelah sebelumnya Allah mempertanyakan kenapa kita melakukan hal yang demikian. Astaghfirullaah, gerising hati ini membayangkan betapa banyak sudah kata-kata terucap tanpa bisa kita mengerjakannya, dan tumpukan kata dan janji tak terlaksana itulah yang akan menjegal langkah ini dan juga menjadikan alasan pembenaran untuk melemparkan diri ini ke jurang neraka-Nya. Padahal junjungan dan teladan kita Rasulullah sudah jelas-jelas mencontohkan untuk mengerjakan terlebih dulu apa yang hendak kita katakan. Wallahu ‘a’lam bishshowaab



0 komentar:

Posting Komentar

Postingan boleh disebarluaskan, asalkan menyertakan link kembali ke halaman ini.

Berkomentar dengan santun dan hindari SPAM !

 
Toggle Footer
Back to Top