Breaking News
Loading...

15 Mei 2010

Cintai Dunia Jadilah Pecundang

Sabtu, Mei 15, 2010


Tuan Fulan sangat hati-hati dalam
soal makanan dan minuman. Setiap akan menyantap makanan yang
meragukan, ia selalu bertanya, apakah makanan itu mengandung santan,
lemak tinggi, atau unsur makanan lainnya. “Bukan apa-apa”, katanya.

“Kalau salah makan penyakit saya makin parah. Dokter menasehati
saya untuk menghindari makanan yang mengandung unsur-unsur
seperti itu,” tambahnya. Itu sebabnya, nasehat dokter selalu terngiang
di telinganya.
Sebenarnya, tuan Fulan -seperti juga kita- punya penasehat lain,
selain dokter. Namun nasehatnya lebih luas dari sekedar kesehatan
fisik, yakni tentang kedamaian, kebahagiaan dan kesejahteraan hidup.
Bahkan, terkait dengan keabadian. Baik abadi dalam kesengsaraan
atau kebahagiaan. Penasehat itu adalah Allah SWT dan Rosul-Nya.
Allah dan Rosul-Nya selalu menasehatkan, menghindari makanan,
minuman atau pakaian yang mengandung unsur haram. Orang yang
mengkonsumsi barang tersebut, menurut Allah dan Rosulullah, akan
mendapat siksa neraka.
Memang kedua ancaman itu berbeda. Yang pertama akibatnya
bisa muncul secara kontan, sekarang juga, semasa hidup. Sedangkan
yang kedua, berkonsekuensi jauh. Nanti di hari akhirat yang belum
dirasakan sekarang. “Wajar” tuan Fulan tidak begitu peduli dengan
nasehat yang berdampak tidak langsung itu. Bahkan segala ancaman
Allah nyaris tidak membuatnya takut.
Dunia. Begitulah Allah menyebut kehidupan yang serba kontan
ini. Allah SWT berfirman,”Ingatlah,sebenarnya kalian (hai manusia)
mencintai yang segera (kehidupan dunia). Dan meninggalkan
kehidupan akhirat.” Demikian Allah SWT merekam perilaku manusia
dalam surat Al-Qiyamah ayat 20-21.
Sesuai namanya ad-dunya (dekat) dan sifatnya ‘ajilah (segera),
dunia memberikan konsekuensi yang cepat, kontan dan ‘cespleng’.
Tidak demikian kondisinya dengan akhirat. Kehidupan di akhirat
merupakan sesuatu yang belum dirasakan.
Akibatnya, sering terjadi kontradiksi saat manusia menyikapi
masalah dunia dan akhirat. Itulah yang terjadi pada kisah tuan Fulan di
atas. Memang begitulah Allah menciptakan dunia. Daya tariknya luar
biasa. Rosulullah menjelaskan, “Sesungguhnya dunia itu manis dan
hijau. Dan sesungguhnya Allah mengangkatmu sebagai khalifah (baca:
mengamanahkan pengelolaannya) di dalamnya. Maka bertaqwalah
dalam menyikapi dunia dan bertaqwalah dalam menyikapi wanita.”(HR.
Muslim).
Tampaknya, daya tarik dunia itu yang menjadi alasan para
sahabat berdoa kepada Allah SWT, “Allahummaj-’aliddunyaa fii aidiinaa
walaa taj ‘alhaa fii qulubinaa.” Ya Allah jadikanlah dunia (berada) dalam
genggaman tangan kami dan janganlah Engkau jadikan dunia berada
dalam lubuk hati kami.
Doa itu mengisyaratkan beberapa hal. Pertama, dunia bukan
untuk dimusuhi, tapi untuk dijadikan fasilitas hidup, ibadah dan
perjuangan. Untuk itu, mencari dunia (harta bukan saja diperbolehkan
tapi diperintahkan).”Dan carilah pada apa yang Allah berikan (dunia)
negeri akhirat dan janganlah kamu lupa bagianmu di dunia.”Wabtaghi
fimaa ataka.”

Kedua, dunia harus menjadi fasilitas dan bukan tujuan hidup.
Karena itu dunia selayaknya ditempatkan dalam genggaman tangan,
bukan di lubuk hati. Artinya, kita tidak punya keterikatan batin atau
ketergantungan dengan harta. Inilah hakikat zuhud. Zuhud bukan orang
yang berpakaian compang camping dan makan seadanya hasil
pemberian orang lain. Sebaliknya kekayaan yang melimpah ruah tidak
menafikan zuhud. Parameternya adalah, adakah keterikatan dan
ketergantungan dalam hati terhadap harta. Karena itu para ulama
mengelompokkan Umar bin Abdul Aziz, sang khalifah yang kaya raya
itu, sebagai orang yang zuhud.
Keterikatan pada dunia sangat ditakutkan Rosulullah SAW.
Kekhawatiran beliau tergambar dalam doa panjangnya, yang berisi
antara lain, “...walaa taj’al mushiibatanaa fii diininaa, walaa taj’alid
dunyaa akbara hamminaa walaa mablagha ‘ilminaa walaa tusallith
‘alainaa man laa yarhamunaa.” Dan janganlah Engkau timpakan
musibah pada agama kami, jangan Engkau jadikan dunia sebagai
obsesi terbesar kami jangan pula sebagai puncak pengetahuan kami
dan janganlah Engkau angkat atas kami penguasa yang tidak
mengasihi kami.”
Urutan permohonan Rosulullah saw mengisyaratkan adanya
hubungan sebab akibat. Akibat akhirnya adalah berkuasanya
orang-orang yang kejam, bengis dan tidak berperikemanusiaan atas
kaum muslimin. Rosulullah tidak menjelaskan apakah penguasa
bengis itu dari kalangan bangsa sendiri atau bangsa lain; dari kalangan
yang mengaku Islam atau non muslim. Artinya, semua kemungkinan
itu bisa saja terjadi.
Bencana itu berawal, saat terjadi musibah menimpa agama.
Peringatan Allah dan Rosulnya tidak diindahkan. Keimanan terkikis
habis atau paling tidak menipis. Akhlak tidak lagi mendapat tempat
dalam kehidupan. Keadilan dan kejujuran hanya menjadi retorika saat
para pejabat berpidato. Masjid-masjid kehilangan fungsi sebagai
penebar hidayah. Para ulama telah mengalami pergeseran orientasi
perjuangan, bahkan orientasi hidup.
Bila itu terjadi maka jabatan, harta, popularitas menjadi obsesi
terbesar manusia. Akibatnya, pengetahuan dan wawasannya tidak
lebih dari masalah-masalah rendah seperti itu. “Kepentingan mereka
adalah perut. Dan agama mereka adalah duit-duit mereka,” kata
Rosulullah saw menggambarkan umat yang terasuki cinta dunia.
Kondisi inilah yang mengundang munculnya orang-orang yang “tidak
mengasihi kita” ketika berkuasa. Mental budak telah dibuktikan dengan
menjadikan dunia sebagai obsesi. Jika mental budak telah terbentuk
pada sebuah masyarakat, maka apa dan siapa pun akan mudah
memperbudak dan mempecundanginya. Dan akhirnya segala demo
dan protes untuk ketidakadilan penguasa menjadi tidak bermakna.
Karena sesungguhnya masyarakat seperti itu layak jadi pecundang.
Allahu A’lam

0 komentar:

Posting Komentar

Postingan boleh disebarluaskan, asalkan menyertakan link kembali ke halaman ini.

Berkomentar dengan santun dan hindari SPAM !

 
Toggle Footer
Back to Top