Breaking News
Loading...

14 Juli 2010

Mimpi Bertemu Rabi’ah

Rabu, Juli 14, 2010


Bicara kecantikan wajahnya tentu masih relatif nilainya, tetapi bagi siapapun yang pernah bertemu dengannya pasti setuju jika memberinya predikat cantik. Tapi soal kecantikan fisik itu tidaklah penting untuk dibicarakan, karena sebenarnya nilai lebih seorang wanita bukan terletak pada sisi itu, ada yang jauh lebih bisa dilihat orang ketimbang penampilan yakni yang tertata rapi didalam hatinya, yang menjadi dasar setiap sikap, pikiran dan perilaku seseorang.



Namanya Rabi’ah Al 'Adawiyah, ini tentu mengingatkan pada sosok wanita sufi yang sangat terkenal akan kecintaannya kepada Allah Swt. Mulai menutup aurat lengkap dengan jilbab terhulurnya sejak tujuh setengah tahun lalu saat baru pertama kali masuk perguruan tinggi. Cerdas, tentu saja! Itu bisa terlihat dari nilai IPK-nya yang diatas rata-rata mahasiswa lainnya di perguruan tinggi negeri terkemuka di Jakarta. Selain cerdas, gadis ini juga sangat supel, pandai bergaul sehingga sangat dekat dengan semua yang dikenalnya, mulai dari anak-anak yang baru mulai berjalan sampai orang-orang tua di panti jompo dekat rumahnya.

Tidak sombong, dewasa dan bijaksana dalam bersikap, sehingga sering menjadi panutan masyarakat sekitar dimana ia tinggal. Masyarakat cukup menghormatinya, terutama kaum ibu, bukan karena kebetulan ia anak orang berada di lingkungannya, tetapi karena dipercayanya ia mengelola pengajian ibu-ibu di wilayah tempat tinggalnya. Kaum pria? Wah … ini tidak termasuk saya, karena saya sudah menikah dengan dikaruniai dua anak dan saya sudah sangat bahagia dengan rumah tangga saya. Sebelum Rabi’ah menikah, para lelaki bujangan di tempat kami tinggal diam-diam sangat menaruh hati terhadapnya, namun mereka sama sekali tidak punya keberanian untuk mendekat ataupun mencoba berkenalan dengannya meskipun Rabi’ah tidak mempermasalahkan kedekatan dengan lelaki-lelaki itu selama mengandung manfaat dan tidak melanggar batas-batas nilai.

Sudah menikah? Ya, dia menikah kurang lebih empat bulan lalu. Patah hatikah para bujangan yang tidak sempat sekedar untuk berkenalan itu? Bukan patah hati mungkin, hanya saja mereka merasa heran atas keputusan Rabi’ah menikah dengan pria yang beruntung menjadi pendamping Rabi’ah saat ini. Suaminya bukan pria dari kalangan the have, profesinya hanya sebagai teknisi komputer yang menerima order memperbaiki dan mengup-grade komputer serta menjual komputer-komputer bekas. Wajahnya meski tergolong lumayan cute tetap tidak menjawab keheranan warga sekitar. Bahkan ada seorang ibu yang mencak-mencak gara-gara anaknya yang lulusan luar negeri yang ditawarkan kepada Rabi’ah ditolaknya dengan halus. Bagaimana mungkin tidak heran, dan jika anda mengenalnya sekarang pun pasti anda akan menggeleng-geleng kepala, kagum, heran, atau tidak mengerti apa yang diinginkan Rabi’ah sebenarnya, ya … karena suami Rabi’ah (namanya Yusuf) cacat. Kedua kakinya kakinya mengecil sejak kecil sehingga tak mampu berjalan kecuali dengan bantuan kursi roda atau berjalan dengan cara ngesot!. Ups … maaf kalau ini agak kasar kedengarannya.

Naluri jurnalistik saya pun terusik dan terus menerus mendesak saya agar menemuinya untuk bertanya seputar kehidupannya yang sungguh unik itu. “ini menarik untuk dibuat artikel” pikir saya, “atau bahkan cerpen, novel, atau …” ah sudahlah, yang penting saya datang dulu.

Dari hasil pembicaraan saya dengan Rabi’ah selama sekitar satu jam sepuluh menit itu, akhirnya saya pun mendapatkan satu gambaran tentang hakikat cinta, kebahagiaan dan juga makna kehidupan dari sudut pandangnya.

Begini, Rabi’ah bercerita, sewaktu ia menjadi sekretaris Lembaga Dakwah di kampusnya, ia tidak pernah menyangka akan tertarik dengan seorang lelaki yang selama ini dianggapnya hanya sebagai teman berdakwah. Lelaki itu tidak lain adalah Ketua LDK, -Rabi’ah tidak menyebut namanya- semakin ia mencoba melupakan dan membuang jauh-jauh perasaan itu semakin ia tidak mampu, toh hampir setiap hari karena tuntutan aktifitas dakwah kampus, ia harus bertemu dengan lelaki itu. Lebih kaget lagi baginya ketika ia mengetahui dari teman sepengajiannya di kampus bahwa si Ketua LDK itu juga menyukainya. Rabi’ah semakin tidak mampu menahan semua perasaannya, ia semakin resah, takut dan was-was terjerumus dalam cinta yang membutakan. Berkali-kali ia istighfar memohon ampunan-Nya saat terlintas wajah lelaki itu dibenaknya. Akhirnya ia pun harus mengambil keputusan yang menurutnya termasuk berat sepanjang hidupnya ketika ia harus menolak ajakan menikah untuk menghindari fitnah mengingat hampir semua teman-teman aktifis dakwah di kampus sudah mengetahui perasaan terpendam diantara mereka.

“Allah memang masih mencintai saya, Dia mendengar permohonan saya agar terlindung dari godaan syetan dan tidak terjerumus dalam kesesatan. Walau saya akui, sebenarnya sah saja bagi saya untuk menerima ajakan itu,” ucapnya kepada saya. Ternyata menurutnya, tidak hanya sekali ia menampik lamaran pria dalam hidupnya.

“Seperti halnya orang lain, saya tidak mengerti keputusan anda menerima lelaki yang terlihat kurang sempurna secara fisik sebagai pendamping anda, sementara jauh sebelum anda dikenalkan dengan Suami anda sekarang, sudah sekian laki-laki yang datang?” Rabi’ah dengan lugas menerangkan, Ia sangat percaya bahwa semakin ia selalu melibatkan Allah dalam setiap langkahnya, semakin Allah memberinya petunjuk kepada kebenaran. Itulah yang kemudian membuatnya terus memupuk cintanya kepada Rabb-nya, karena ia tahu keagungan cinta yang diberikan Allah sebagai balasan cintanya. Maka, ia tidak ingin apapun yang dilewatinya sebagai bagian dari kehidupannya mengikis cintanya kepada Allah, barang sedikitpun. “Lelaki tampan tentu saya suka, itu kan fitrah. Hidup nyaman dan senang dengan lelaki berpenghasilan tinggi, mungkin hampir semua wanita mendambakannya.” Tambahnya. “Tapi saya hanya khawatir kekaguman saya akan ketampanan dan kesenangan saya dengan kehidupan yang ditawarkannya hanya akan membuat sekian persen cinta saya berkurang kepada Allah” tegas Rabi’ah.

“Anda bahagia?” pertanyaan yang sangat mendasar bagi semua manusia. “Seperti yang Anda rasakan setelah menikah dengan istri anda. Saya pikir setiap manusia merasakan dan memiliki tingkat kebahagiaan yang berbeda-beda. Jadi tidak obyektiflah menanyakan soal itu kepada saya, karena saya yakin jawabannya pun tidak akan pernah bisa dimengerti oleh yang bertanya. Tapi yang pasti, kebahagiaan saya semakin bertambah, karena seorang suami yang mendampingi saya saat ini mampu membimbing saya, menegur saat saya salah serta menunjukkan yang benar dengan caranya yang manis. Dan yang terpenting, saya mencintainya bukan karena fisiknya, tidak pada hartanya karena memang tidak dimilikinya. Saya mencintainya atas kehendak Allah.”

“Lalu, bagaimana anda mensikapi ketidakmengertian orang-orang di sekitar anda dengan keputusan unik anda ini?” “Unik?” (Rabi’ah tertawa kecil, lalu segera ia menutup rapat mulutnya). “Saudaraku, inilah keajaiban Allah buat saya. Anda tahu, bukankah setiap keajaiban dari-Nya itu selalu bersifat unik? Dan seringkali tidak bisa diterima bahkan sekedar dibayangkan oleh kebanyakan orang. Jadi, buat apa menjelaskannya, toh nanti juga mereka akan mengerti dan bisa menerimanya.” Memang, menurut Rabi’ah, sulit baginya sewaktu menjelaskan keputusan menerima Yusuf kepada orangtua dan saudara-saudaranya. Tapi, inilah jodoh, salah satu rahasia Allah yang tidak pernah bisa dimengerti kejadiannya oleh manusia.

“Tapikan, anda bisa saja menerima lelaki shaleh yang lebih ….” “Kenapa anda menerima istri anda sekarang?” Rabi’ah memotong pertanyaan saya. “Pikirkanlah itu, tanpa perlu mendengar jawaban saya pun anda sudah bisa mengetahui jawabannya jika pertanyaan itu diajukan kepada anda sendiri.”

Wallahu 'a'lam bishshowaa

2 komentar:

  1. ceritanya kayak mimpiku deh

    BalasHapus
  2. masak sih, bisa bagi bagi disini ceritanya , silahkan daftar saja !! and enjoy

    BalasHapus

Postingan boleh disebarluaskan, asalkan menyertakan link kembali ke halaman ini.

Berkomentar dengan santun dan hindari SPAM !

 
Toggle Footer
Back to Top