Breaking News
Loading...

18 Juni 2010

Menikmati Hidup

Jumat, Juni 18, 2010


Hidup bukan sekedar perjalanan menuju kematian, karena kematian itu sendiri bukan tujuan akhir sebenarnya dari setiap makhluk yang hidup. Meski jasad telah mati, namun sesungguhnya tetap hidup sampai pada satu masa pengadilan Allah yang maha adil memutuskan ketentuannya. Maka bukanlah kematian yang dinanti oleh yang hidup
karena sejak dimulainya hembusan nafas pertama seseorang hingga detik inipun tengah berjalan sampai saatnya melewati satu fase yang bernama kematian itu. Tidak berhenti hanya sampai disitu, melainkan akan terus berlalu melalui salah satu fase berikutnya yakni saat harus mempertanggungjawabkan masa hidup mereka di dunia dan seterusnya.

Hidup adalah satu fase dari sekian fase perjalanan yang dilewati manusia, waktunya hanya sesaat. Rasulullah mengingatkan bahwa menjalani hidup di dunia ini layaknya seperti orang asing atau orang yang sedang menyeberangi suatu jalan, begitu singkat. Namun demikian tidak sedikit manusia yang tidak menyadari bagaimana memanfaatkan waktu yang sebentar itu guna mengumpulkan bekal sebanyak dan sebaik-baiknya untuk menempuh perjalanan fase-fase berikutnya yang tak diketahui seberapa panjang lintasan kan ditempuh lengkap dengan terjalnya kerikil dan batu sandungan yang kerap menghadang. Tak sedikit juga pengetahuan akan seberapa dalam dan luasnya lautan yang mesti diarungi, serta setinggi apa pegunungan, bukit, lembah yang harus ditelusuri, didaki.

Ketidaksadaran akan singkatnya waktu, dan ketidakmengertian akan seberapa berat perjalanan berikutnya itu ternyata masih tak membuat kita bergegas berbenah, sigap mengumpulkan bekal. Cobalah tengok tas bekal yang kita miliki sekarang, mungkin masih terlalu sedikit atau bahkan kosong sama sekali. Padahal kita tak pernah tahu sampai sejauhmana perjalanan menuju akhirat itu.

Diwaktu yang sebentar itulah masih banyak kita yang salah dalam memanfaatkan hidup ini. Sebagian kita berpikir memanfaatkan kesempatan yang diberikan Allah hidup di dunia ini untuk dinikmati sepuasnya, belum tercapai titik klimaks kepuasan sampai kematian yang mengakhiri petualangan pencarian kepuasannya tersebut.

Allah curahkan semua anugerah dan pemberiannya kepada segenap makhluk-Nya sebagai bentuk kasih sayang yang takkan pernah putus untuk dinikmati, termasuk hidup itu sendiri. Sesungguhnya bersamaan dengan turunnya anugerah tersebut, Dia sertakan juga pesan bagaimana memanfaatkannya dengan baik, benar dan tepat. Dia berikan beragam kenikmatan untuk tidak sekedar dinikmati, melainkan juga diambil maknanya sehingga menyadarkan diri ini untuk bersyukur. Seperti pelajaran yang diberikan Allah kepada Sulaiman saat hendak memberi makan seluruh makhluk Allah dengan kekayaan yang dimilikinya, atau hikmah dari perintah disembelihnya Ismail oleh ayahanda Ibrahim yang teramat cintanya. Kepada Ayub, Allah sertakan nikmat kesabaran dan cinta mendalam dari Rahmah istrinya, ketika cobaan penyakit berat menimpanya. Yusuf Nabi yang diberikan nikmat keelokan paras pun memberikan pelajaran bagaimana mensikapi hidup tidak berlebihan.

Kini giliran manusia-manusia dimana kita berada dimasanya, Allah pun tetap memberikan anugerah kenikmatan itu tanpa kecuali. Hanya saja terkadang ketidakmampuan menangkap makna luas kenikmatan yang diberikan-Nya itulah yang membuat pandangan ini begitu sempit dengan menggambarkan nikmat itu sebatas rupa dan bentuk. Maka kemudian, setiap jengkal tanah yang terlewati, setiap detik waktu yang terpakai dan setiap tenaga yang terkuras semata untuk urusan pemenuhan kebutuhan akan kepuasan yang singkat sesaat. Disaat yang sama kita semakin lupa membebani punggung ini dengan bekal perjalanan panjang selanjutnya.

Sekedar mengingatkan, ketika Allah menjanjikan surga dan ampunan serta terbebas dari azab-Nya sebagai imbalan dari jihad dengan harta dan jiwa ini, masih ada keraguan kita akan janji itu, meski kita tahu Dialah Yang Maha menepati janji. Saat Allah menawarkan nikmat tambahan untuk rasa syukur kita atas nikmat sebelumnya, ternyata sedikit sekali bibir ini berucap dan memuji-Nya. Juga pertolongan dan peneguhan kedudukan yang sudah pasti diberikan jika kita mau berkorban untuk agama-Nya, namun dimana kita saat Islam membutuhkan uluran tangan dan tetesan darah ini, sedang apa diri ini disaat ummat Islam di belahan bumi lain menjerit menggantang nyawa. Menggelengkan kepala adalah jawaban untuk pertanyaan Allah bahwa nikmat manakah yang kita dustakan, tetapi betapa lebih sering kita justru melupakannya.

Padahal ada cara yang diajarkan Rasulullah bagaimana menikmati hidup ini tanpa harus tergelincir kepada nafsu pemuasan yang tak berkesudahan. Bayangkan cara beliau menikmati hidup dengan prinisp secukupnya soal pemenuhan kebutuhan, tidak berlebihan dan bersikap qona’ah. Rasa syukur yang kian hari kian meningkat seiring dengan tak hentinya segala nikmat yang diberikan Allah, pun terlihat dari tak berkurangnya ibadah. Kita masih bisa menambah kenikmatan hidup ini dengan melahap bacaan ayat-ayat Allah serta melafazkan nama-Nya untuk mendapatkan satu nikmat yang tak ternilai, ketenangan jiwa. Istri yang sholeh nan menyenangkan, anak-anak yang membanggakan semakin bertambah nikmat hidup ini jika kita bisa membimbingnya, agar kelak bisa menikmati kebersamaan itu dalam fase kehidupan berikutnya.

Bahkan bukan tidak mungkin kesulitan pun menjadi bagian dari kenikmatan hidup ketika kita ridha dan memandang semua ujian adalah cara-Nya untuk berdekatan dengan orang-orang shaleh. Sungguh nikmat yang berketerusan, terlebih jika diri ini senantiasa terjaga untuk tetap berada pada jalur kebenaran hingga detik saat Izrail mengetuk pintu, bukankah kita juga merindukan kematian yang dapat dinikmati?

0 komentar:

Posting Komentar

Postingan boleh disebarluaskan, asalkan menyertakan link kembali ke halaman ini.

Berkomentar dengan santun dan hindari SPAM !

 
Toggle Footer
Back to Top